PENDAHULUAN
Undang-Undang dasar 1945 telah mengalami perubahan-perubahan mendasar sejak dari Perubahan Pertama pada tahun 1999 sampai ke Perubahan Keempat pada tahun 2002. Perubahan-perubahan itu juga meliputi materi yang sangat banyak, sehingga mencakup lebih dari 3 kali lipat jumlah materi muatan asli UUD 1945. Jika naskah asli UUD 1945 berisi 71 butir ketentuan, maka setelah empat kali mengalami perubahan, kini jumlah materi muatan UUD 1945 seluruhnya mencakup 199 butir ketentuan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa meskipun namanya tetap merupakan UUD 1945, tetapi dari sudut isinya UUD 1945 pasca Perubahan Keempat tahun 2002 sekarang ini sudah dapat dikatakan merupakan Konstitusi baru sama sekali dengan nama resmi “Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sehubungan dengan itu penting disadai bahwa system ketatanegaraan
a. Penegasan dianutnya cita demokrasi dan nomokrasi secara sekaligus dan saling melengkapi secara komplamenter;
b. Pemisahan kekuasaan dan prinsip “checks and balances’;
c. Pemurnian system pemerintah presidential; dan
d. Penguatan cita persatuan dan keragaman dalam wadah Negara Kesatuan Republik
CITA DEMOKRASI DAN NOMOKRASI
Negara
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat yang terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah
2. Presiden dan Wakil Presiden
3. Kekuasaan Kehakiman yang terdiri atas Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung
Bersamaan dengan itu, negara
PEMISAHAN KEKUASAAN DAN PRINSIP ‘CHECKS AND BALANCES’
Prinsip kedaulatan yang berasal dari rakyat tersebut di atas selama ini hanya diwujudkan dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat yang merupakan penjelmaan seluruh rakyat, pelaku sepenuhnya kedaulatan rakyat, dan yang diakui sebagai lembaga tertinggi negara dengan kekuasaan yang tidak terbatas. Dari Majelis inilah, kekuasaan rakyat itu dibagi-bagikan secara vertikal ke dalam lembaga-lembaga tinggi negara yang berada dibawahnya. Karena itu, prinsip yang dianut disebut sebagai prinsip pembagian kekuasaan (distribution of power). Akan tetapi, dalam Undang-Undang dasar hasil perubahan, prinsip kedaulatan rakyat tersebut ditentukan dibagikan secara horizontal dengan cara memisahkannya (separation of power) menjadi kekuasaan-kekuasaan yang dinisbatkan sebagai fungsi lembaga-lembaga negara yang sederajat dan saling mengendalikan satu sama lain berdasarkan prinsip ‘checks and balaces’.
Kedudukan Majelis Pemusyawaratan Rakyat yang terdiri dari dua lembaga perwakilan itu itu adalah sederajad dengan Presiden dan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Ketiga cabang kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif itu sama-sama sederajat dan saling mengontrol satu sama lain sesuai dengan prinsip ‘Check and balances’. Dengan adanya prinsip ‘Check and balances’ ini, maka kekuasaan negara dapat diatur, dibatasi dan bahkan dikontrol dengan sesebaik-baiknya, sehingga penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat penyelenggara negara ataupun pribadi-pribadi yang kebetulan sedang menduduki jabatan dalam lembaga-lembaga negara yang bersangkutan dapat dicegah dan ditanggulangi dengan sebaik-baiknya.
SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENTIL
Keuntungan sistem presidentil justru lebih menjamin stabilitas pemerintahan. Sistem ini juga dapat dipraktekkan dengan tetap menerapkan sistem multi-partai yang dapat mengakomodasikan peta konfigurasi kekuatan politik dalam masyarakat yang dilengkapi pangaturan konstitusional untuk mengurangi dampak negatif atau kelemahan bawaan dari sistem presidentil tersebut. Dalam sistem ini, terdapat
1. Presiden dan Wakil Presiden merupakan satu institusi penyelenggara kekuasaan eksekutif negara yang tertinggi di bawah Undang-Undang Dasar.
2. Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh rakyat secara langsung dan karena itu secara politik tidak bertanggungjawab kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat atau lembaga parlemen, melainkan bertanggungjawab langsung kepada rakyat yang memilihnya.
3. Presiden dan / atau Wakil Presiden dapat dimintakan pertanggung-jawabannya secara hukum apabila Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum konstitusi.
4. Para Menteri adalah pembantu Presiden, Menteri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dan karena bertanggung-jawab kepada Presiden, bukan dan tidak bertanggungjawab kepada parlemen.
5. Untuk membatasi kekuasaan Presiden yang kedudukannya dalam system presidentil sangat kuat sesuai dengan kebutuhan untuk menjamin stabilitas pemerintahan, ditentukan pula bahwa masa jabatan Presiden
CITA PERSATUAN DAN KERAGAMAN DALAM NKRI
Prinsip persatuan dibutuhkan karena kenyataan bahwa bangsa
FORMAT BARU PARLEMEN TIGA KAMAR: MPR, DPR, DAN DPD
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat
Fungsi MPR mengalami perubahan mendasar (perubahan fungsional). Majelis ini tidak lagi berfungsi sebagai ‘supreme body’ yang memiliki kewenangan tertinggi dan tanpa kontrol, dan karena itu kewenangannyapun mengalami perubahan-perubahan mendasar. Sebelum diadakannya perubahan UUD, MPR memiliki 6 (enam) kewenangan yaitu:
a) Menetapkan Undang-Undang Dasar & mengubah Undang-Undang Dasar,
b) Menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara,
c) Memilih Presiden dan Wakil Presiden,
d) Meminta dan menilai pertanggungjawaban Presiden,
e) Memberhentikan Presiden dan/ atau Wakil Presiden.
Sekarang, setelah diadakannya perubahan UUD 1945, kewenangan MPR berubah menjadi:
a) menetapkan Undang-Undang Dasar dan/atau Perubahan UUD,
b) Melantik Presiden dan Wakil Presiden,
c) Memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden, serta
d) Menetapkan Presiden dan/atau Wakil Presiden pengganti sampai
2. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
Mekanisnme pengisian jabatan keanggotaan DPD ini lebih berat bila dibandingkan dengan mekanisme pengisian keanggotaan DPR. Anggota DPD dipilih dari setiap propinsi melalui pemilu (pasal 22c ayat 1), anggota DPD dari tiap propinsi jumlahnya sama dan seluruh anggota DPD tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota DPR (ayat 2). Jika ditentukan bahwa dari setiap propinsi jumlahnya 4 orang, maka seseorang yang ingin menduduki kursi DPD harus bersaing di tingkat propinsi untuk memperebutkan 4 kursi.
3. Dewan Perwakilan Rakyat
Berdasarkan ketentuan UUD 1945 pasca Perubahanan Keempat, fungsi legislatif berpusat di tangan Dewan Perwakilan Rakyat. Hal ini jelas terlihat dalam rumusan pasal 20 ayat (1) yang baru yang menyatakan: “Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang”. Selanjutnya dinyatakan: “setiap rancangan Undang-Undang dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Rancangan Undang-Undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu”. Kemudian dinyatakan pula” Presiden mengesahkan rancangan Undang-Undang yang telah mendapat disetujui bersama untuk menjadi Undang-Undang” (ayat 4), dan “dalam hal rancangan Undang-Undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu 30 hari semenjak rancangan Undang-Undang tersebut disetujui, rancangan Undang-Undang tersebut sah menjadi Undang-Undang dan wajib diundangkan”.
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
Selain lembaga-lembaga negara diatas, negara kita masih memiliki Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang juga berkaitan dengan fungsi pengawasan, khususnya berkenaan dengan pengelolaan keuangan Negara. Karena itu, kedudukan kelembagaan Badan Pemeriksa Keuangan ini sesungguhnya berada dalam ranah kekuasaan legislatif, atau sekurang kurangnya berhimpitan dengan fungsi pengawasan yang dijalankan oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Oleh karena itu, laporan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan itu harus dilaporkan atau disampaikan kepada DPR untuk ditindak lanjuti sebagaimana mestinya.
FORMAT BARU KEKUASAAN KEHAKIMAN: MK dan MA
Sebelum adanya Perubahan UUD, kekuasaan kehakiman atau fungsi yudikatif (judicial) hanya terdiri atas badan-badan pengadilan yang berpuncak pada mahkamah agung. Lembaga Mahkamah Agung tersebut, sesuai dengan prinsip ‘independent of judiciary’ diakui bersifat mendiri dalam arti tidak boleh diintervensi atau dipengeruhi oleh cabang-cabang kekuasaan lainnya, terutama pemerintah. Prinsip kemerdekaan hakim ini selain diatur dalam Undang-Undang pokok kekuasaan kehakiman, juga tercantum dalam penjelasan pasal 24 UUD 1945 yang menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman tidak boleh dipengaruhi oleh cabang-cabang kekuasaan lain. Namun, setelah perubahan ketiga UUD 1945 disahkan, kekuasaan kehakiman negara kita mendapat tambahan satu jenis mahkamah lain yang berada di luar mahkamah agung. Lembaga baru tersebut mempunyai kedudukan yang setingkat atau sederajad dengan Mahkamah Agung. Sebutannya adalah Mahkamah Konstitusi (constitutional court) yang dewasa ini makin banyak negara yang membentuknya di luar kerangka Mahkamah Agung (supreme court). Dapat dikatakan Indonesia merupakan negara ke-78 yang mengadopsi gagasan pembentukan Mahkamah Konstitusiyang berdiri sendiri ini, setelah Austria pada tahun 1920, Italia pada tahun 1947 dan Jerman pad tahun 1948.
KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA
1. Kepala Pemerintahan Eksekutif: Presiden Dan Wakil Presiden
Pemerintahan Republik
1. Badan dan Lembaga Eksekutif Yang Bersifat INDEPENDEN
Selain lembaga-lembaga negara seperti tersebut di atas, bentuk keorganisasian banyak negara modern dewasa ini juga mengalami perkembangan-perkembangan yang sangat pesat, khususnya berkenaan dengan inovasi-inovasi baru yang tidak terelakkan. Perkembangan-perkembangan baru itu juga terjadi di
SISTEM HUKUM DAN SISTEM ETIKA
1. Bentuk dan Nomenklatur Hukum
Dalam arti luas, sistem hukum mencakup keseluruhan elemen pengertian hukum yang meliputi perangkat putusan hukum, kelembagaan hukum, dan budaya hukum. Disini pembahasan kita persempit pada pengertian perangkat putusan hukum yang dalam arti luas meliputi (i) putusan legislatif-legislatif berupa peraturan (regels), (ii) putusan administratif berupa penetapan atau keputusan (beschikkings), dan (iii) putusan judikatif atau vonis pengadilan Dalam arti sempit, putusan yang akan dibahas disini hanya putusan legislatif-legislatif saja, yaitu yang berupa peraturan perUndang-Undangan. Penyebutan istilah atau nomenklatur yang biasa digunakan berkenaan dengan bentuk-bentuk peraturan yang berisi aturan (regels) sebagai produk kegiatan pengaturan, selama ini, dapat dikatakan kurang mengikuti standar yang
2. Struktur atau Herarki Peraturan PerUndang-Undangan
Tata urut peraturan Perundang-undangan dimasa depan, diusulkan dibedakan antara peraturan umum dan peraturan yang bersifat khusus, yaitu sebagai berikut:
1 Peraturan Perundang-undangan yang bersifat umum:
a) Undang-Undang Dasar dan Perubahan Undang-Undang Dasar.
b) Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) serta peraturan lain yang setingkat dengan Undang-Undang, yaitu Ketetapan-Ketetapan MPR dan MPRS yang bersifatmengatur (regels)
c) Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden
d) Peraturan Menteri atau Pejabat setingkat Menteri
e) Peraturan Daerah Propinsi
f) Peraturan Gubernur
g) Peraturan Daerah Kabupaten/kota
h) Peraturan Bupati/Walikota
2 Peraturan perUndang-Undang yang bersifat khusus:
a) Peraturan Lembaga Negara (Lembaga Tinggi Negara) setingkat Presiden:
(i) Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat
(ii) Peraturan Dewan Perwakilan Daerah
(iii) Peraturan Mahkamah Agung
(iv) Peraturan Mahkamah Konstitusi
(v) Peraturan Komisi Yudisial
(vi) Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan
b) Peraturan Lembaga Pemerintahan yang bersifat khusus (independent)
(i) Peraturan Bank
(ii) Peraturan Kejaksaan Agung
(iii) Peraturan Tentara Nasional Indonesia
(iv) Peraturan Kepolisian Republik
c) Peraturan Lembaga-Lembaga Khusus yang bersifat independent:
(i) Peraturan Komisi Pemilihan Umum
(ii) Peraturan Pemberantasan Korupsi
(iii) Peraturan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
(iv) Peraturan Komisi Penyaran
(v) Peraturan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
(vi) Peraturan komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi
(vii) Dan sebagainya.
3. ‘The Rule of Law and The Rule of Ethics’
Salah satu ciri dari ‘good governance” adalah prinsip ‘ the rule of law’ yang harus digandengkan pula sekaligus dengan prinsip ‘the living ethics’. Sebagai sarjana hukum saya biasa membanggakan peranan hukum dalam mengatasi semua persoalan dalam kehidupan. Akan tetapi, perlu disadari bahwa hokum (buatan manusia) bukanlah segala-galanya. Disamping norma hukum, kita
masih memerlukan norma etika-moral dan bahkan norma agama untuk keperluan mengatur, mengendalikan, dan mendorong dinamika kehidupan bersama umat manusia.
Mengenai prinsip ‘the rule of law’, dapat diketakan bahwa sebagai ide ia telah diadopsikan di
makasih blogger.a udh ngebantu sya gan ..
BalasHapus